PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
RESUM MAKALAH PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A.
PENDAHULUAN
Mantan Menteri Pendidikan Nasional,
H.A. Malik Fadjar menyatakan sebuah statement menarik yang intinya
bahwa: “pada saat ini di dunia pendidikan kita masih kekurangan guru, kalau
tenaga pengajar banyak, tetapi tenaga guru masih sangat langka. Ukuran kualitas
Perguruan Tinggi bukan hanya dilihat dari berapa yang bergelar Doktor, tetapi
berapa banyak guru di dalamnya”.
Masyarakat
Gloabal mengakui bahwa guru memiliki banyak kontribusi terhadap pembentukan
sikap, prilaku, serta ketercapaian transfer of learning kepada para
peserta didik baik secara individu maupun kelompok. Jasa para guru ini patut
dihargai dengan
segala konsekuensi peningkatan kesejahteraan dan taraf kehidupannya,
karena mereka disamping merupakan tumpuan harapan bagi orang banyak, baik
rakyat jelata maupun petinggi negara.
Akhir-akhir ini masalah profesionalisme guru banyak diperbincangkan di berbagai media (cetak atau
elektronik) dan forum-forum kajian atau seminar-seminar. Banyak pertanyaan yang
timbul dengan profesionalisme guru, apakah hal yang membuat itu merosot?,
apakah karna kurangnya kesejahteraan ataukan karna hal lain?
B.
TANTANGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PENTINGNYA PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU PAI
Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pada pasal 1 ayat (1)
dinyatakan bahwa pendidikan di indonesia didefinisikan sebagai “usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”(UU
No. 20/2003 Tentang Sisdiknas, Ps. 1 ayat 1). Dari definisi tersebut dapat
digarisbawahi bahwa pendidikan merupakan upaya pengembangan potensi diri anak
agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan. Maka dari itu guru harus
melakukan upaya spiritualisasi pendidikan dalam aktivitas pendidikan
atau berupaya menginternalisasikan nilai-nilai atau spirit agama melalui proses
pendidikan ke dalam seluruh aspek pendidikan sekolah/madrasah.
Imam Tholkhah
(Direktur Pendidikan Agama Islam pada Sekolah, 2009) mengidentifikasikan
berbagai tantangan PAI, yaitu:
1.
Guru
agama harus membebaskan diri dari paradigma mengajar lama yang berciri
dogmatis-eksklusif dan menekankan hafalan. Pendidikan agama harus menghasilkan
insan muda yang tahu menghargai perbedaan dan menghayati nilai-nilai kemanusian
universal.
2.
Desain
kurikulum pendidikan agama masih dogmatis dan informatif. Untuk itu, dibutuhkan
kreativitas dan dedikasi guru agama untuk mengajarkan nilai-nilai universal
agama kepada semua muridnya.
3.
Masyarakat
cenderung memandang bahwa pendidikan agama di sekolah selama ini tidak berhasil
mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan diharapkan
masyarakat.
4.
Terjadinya
krisis moral dan krisis sosial yang kini semakin menggejala dalam kehidupan
masyarakat, diduga sebagai salah satu penyebabnya adalah gagalnya pelaksanaan
PAI di sekolah.
5.
Masih
banyaknya orang mempertanyakan keberhasilan pendidikan agama di sekolah
dikarenakan beberapa hal diantaranya: (1) kenyataan anak didik setelah belajar
12 tahun (SD, SLTP, dan SMU/K) umumnya tidak mampu membaca al-Qur’an dengan
baik, tidak melakukan shalat dengan tertib, tidak melakukan puasa di bulan
puasa Ramadhan dan kurang paham sopan santun; (2) masih seringnya terjadi
tawuran antar pelajar; (3) masih meluasnya korupsi, kolusi, dan nepotisme di
semua sektor kemasyarakatan, merupakan isyarat masih lemahnya kendali akhlak di
dalam diri seseorang.
6.
Berhasil
tidaknya pendidikan agama islam diukur dari sejauh mana pengalaman ajaran agama
yang telah diajarkan di sekolah.
Penyelenggaraan pendidikan agama islam tidak manghasilkan korelasi yang
signifikan karna terbukti bahwa anak didik yang memperoleh nilai tinggi dalam
mata pelajaran pendidikan agama tidak menunjukkan ketaatan dalam melaksanakan
ajaran agama.
7.
Ketidak
efektifan pendidikan agama islam di sekolah disebabkan: (1) pendidikan agama di
sekolah lebih mengutamakan orientasi kognisi; (2) belum ada pendidikan agama di
sekolah yang diselenggarakan secara sistematik dan terpadu bagi anak didik; (3)
pelaksanaan evaluasi pendidikan agama di sekolah cenderung menekankan pada
aspek kognitif.
8.
Tidak
berhasilnya meningkatkan etika dan moralitas peserta didik
9.
Masalah
yang berhubungan dengan peserta didik yaitu: minat belajar/mendalami
pengetahuan agama islam rendah; minat belajar/kemampuan membaca kita suci
Al-Qur’an rendah, meskipun akhir-akhir ini mulai membaik; fondasi keimanan dan
ketaqwaan peserta didik terkesan masih felatif rantan; prilaku menyimpang di
bidang akhlak; pekaian narkoba.
C.
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM: HAKEKAT DAN INTERKONEKSINYA DENGAN MATA PELAJARAN LAINNYA DI
SEKOLAH/MADRASAH
Kerap kali orang salah menilai, memandang bahwa pendidikan islam
dengan pendidikan islam itu sama. Padahal dari kedua istilah itu masing-masing
memiliki subtansi yang berbeda. Pendidikan Agama Islam (PAI) dibakukan sebagai
nama dari sebuat kegiatan kependidikan yang bermateri atau mata pelajarannya
adalah Agama Islam, yang mana teori-teorinya disusun berdasarkan al-Qur’an dan
Hadist (ayat-ayat qauliyah) yang didukung oleh hasil penelitian terhadap
ayat-ayat kauniyah, atau sebaliknya hasil penelitian terhadap ayat-ayat
kauniyah (empirik) dikonsultasikan dengan ayat-ayat qauliyah.
Istilah “pendidikan Islam” dapat difahami dalam beberapa
perspektif (Muhaimin, 2003), yaitu:
1.
Pendidikan
menurut Islam, atau pendidikan yang berdasarkan Islam, dan/atau sistem
pendidikan yang Islami, yakni pendidikan yang difahami dan dikembangkan serta
disusun dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber
dasarnya, yaitu al-Qur’an dan al-sunnah/hadist.
2.
Pendidikan
ke-Islaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya mendidikan agama Islam atau
ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan
sikap hidup) seseorang.
3.
Pendidikan
dalam Islam, atau proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan yang
berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam. Dalam pengertian ini
istilah pendidikan difahami sebagai proses pembudayaan dan pewarisan ajaran
agama, budaya dan peradaban umat Islam dari generasi ke generasi sepanjang
sejarahnya.
Apa yang harus
diperbuat peserta didik terhadap dirinya sendiri? Dalam Q.S At-Tahrim ayat 6,
dinyatakan bahwa manusia beriman hendaknya menjaga, memelihara dan memperbaiki
kualitas diri dan keluarganya agar terhindar dari kesengsaraan hidup. Dalam
konteks pendidikan di sekolah/madrasah, maka program pendidikan perlu dirancang
dan diarahkan untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan cara
memfasilitasi, memotivasi, membantu, membimbing, melatih serta mengajar
dan/mencitakan suasana agar para peserta didik dapat mengembangkan dan
meningkatkan kualitas, IQ, EQ, CQ, dan SQ.
Apa yang akan diperbuat
oleh peserta didik terhadap lingkungan fisiknya? Di dalam al-Qur’an telah
dijelaskan bagaimana sikap yang harus dikembangkan seseorang terhadap
lingkungan fisiknya, yang hal ini harus terimplisitkan dalam pendidikan ilmu
pengetahuan alam(IPA). Manusia juga diberitahu bahwa kemurahan Tuhan yang
dilimpahkan lewat langit dan bumi adalah diperuntukkan bagi manusia, dan ia
diberi akal dan berbagai kemampuan untuk memahami semua rahasia alam dan
menikmati segenap manfaat yang terdapat di alam.
Apa makna lingkungan
sosial bagi dirinya dan apa pula yang akan diperbuat olehnya di lingkungan
sosialnya? Manusia perlu memupuk sikap sosial yang bersifat transnasional,
primodialisme dapat ditekan serendah mungkin, Nasionalisme harus belajar
berdampingan dengan regionalisme dan globalisme, tanpa kehilngan makna dan
kekuatannya sebagai sumber vitalitas politik. Dalam surat al-Hujarat ayat 1-18
dinyatakan bahwa manusia harus mengembangkan sikap bersaudara terhadap lingkungan
sosialnya, dan dilarang mentertawakan, mengolok-ngolok, dan mengumpat.
Apa yang akan diperbuat
terhadap keturunannya atau generasi mendatang? Hal ini merupakan konsekuensi
dari pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Dalam arti, jika peserta didk telah
mampu mengembangkan kualitas diri baik dari segi fisik biologis (sehat
kinestetis-spotif), psikis
D.
GURU
DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
Kata Ustadz biasa digunakan untuk memanggil seorang profesor. Ini
mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap
profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seseorang dikatakan profesinal,
bilamana pada dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya,
sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continious
improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui
model-model atau cara kerjanya sesuai dengan zamannya secara berkelanjutan.
Kata “ta’lim”
berasal dari kata dasar “ilm” yang berarti menagkap hakekat sesuatu. Dalam
setiap “ilm” terkandung dimensi teoritis dan dimensi amaliah.
Kata “tarbiyah “
berarti pendidikan. Kata-kata yang bersumber dari akar kata ini memiliki arti
yang berbeda-beda, tetapi pada akhirnya arti-arti itu mengacu kepada arti pengembangan,
peningkatan, ketinggian, kelebihan dan perbaikan. Proses penciptaan dan
pembimbingan manusia agar mampu melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi ini,
disebut sebagai proses dan fungsi rububiyah ALLAh terhadap manusia.
No
|
Istilah
Pendidikan
|
Tugas
Pendidikan Islam
|
1
|
Ustadz
|
Orang
yang komitmen terhadap profesionalisme, yang melekat pada dirinya sikap
dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap
continous improvement. Ustadz bertugas untuk melakukan ta’lim, tarbiyah,
irsyad, tadris, ta’dib, tazkiyah, dan tilawah.
|
2
|
Ta’lim
|
Upaya
membantu peserta didik agar mampu menangkap makna dibalik yang tersurat,
mengembangkan pengetahuan serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, baik
secara teoritis maupun praktis, atau melakukan “transfer ilmu/pengetahuan,
internalisasi, serta amaliah (implementasi) secara terpadu.
|
3
|
Tarbiyah
|
Upaya
membantu peserta didik agar mampu mengatur, memelihara, mengembangkan,
memperbaiki, dan meningkatkan dirinya dengan segala potensinya dan satuan
sosial (dalam kehidupan masyarakat) secara bertahap ke tingkat yang lebih
tinggi dan lebih baik.
|
4
|
Irsyad
|
Upaya
meningkatkan kualitas akhlak dan kepribadian peserta didik atau upaya
pemberian keteladanan.
|
5
|
Tadris
|
Upaya
mencerdaskan peserta didik, memberantas kebodohan mereka, serta melatih
ketrampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya sehingga menjadi
tenaga yang produktif.
|
6
|
Ta’dib
|
Upaya
menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban
yang berkaulitas di masa depan.
|
7
|
Tazkiyah
|
Upaya
penyucian jiwa peserta didik sehingga ia kembali kepada fitrahnya.
|
8
|
Tilawah
|
Upaya
pewarisan nilai-nilai ilahi dan nilai-nilai insani kepada peserta didik.
|
Dari pemahaman di atas, maka tugas guru dalam perspektif pendidikan
Islam adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan
profesionalisme secara berkelanjutan dalam melakukan ta’lim, tarbiyah,
irsyad, tadris, ta’dib, tazkiyah, dan tilawah.
b.
Mengembangkan
pengetahuan teoritis, praktis dan fungsional bagi peserta didik
c.
Menumbuhkembangkan
kreativitas, potensi-potensi dan/atau fitrah peserta didik
d. Meningkatkan
kualitas akhlak dan kepribadian, dan/atau menumbuhkembangkan nilai-nilai insani
dan nilai Ilahi.
e.
Menyiapkan
tengaga kerja yang produktif.
f. Membangun
peradaban yang berkualitas (sesuai dengan nilai-nilai Islam) di masa depan
g.
Membantu
peserta didik dalam penyucian jiwa sehingga ia kembali kepada fitrahnya.
h. Mewariskan
nilai-nilai Ilahi dan nilai-nilai insani kepada peserta didik.
Profesionalisme dalam suatu pekerjaan atau jabatan ditentukan oleh
tiga faktor penting, yaitu: (1) memiliki keahlian khusus yang dipersiapkan oleh
program pendidikan keahlian atau spesilaisasi, (2) kemampuan untuk memperbaiki
kemampuan (keterampilan dan keahlian khusus) yang dimiliki, (3) penghasilan
yang memadai sebagai imbalan terhadap keahlian yang dimiliki itu. Suatu profesi
memiliki persyaratan tertentu, yaitu: (1) menuntut adanya keterampilan yang
mendasar pada konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendasar, (2) menekankan
pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan profesinya, (3)
menuntut tingkat pendidikan yang memadai, (4) menuntut adanya kepekaan terhadap
dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan, (5) memungkinkan perkembangan
sejalan dengan dinamika kehidupan, (6) memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya, (7) memiliki obyek tetap seperti dokter dengan pasiennya,
guru dengan peserta didiknya, dan (8) diakui di masyarakat karena memang diperlukan
jasanya di masayarakat.
Pendidikan Agama
Islam memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan mata pelajaran
lainnya, yaitu: (1) PAI berusaha untuk menjaga akidah peserta didik agar tetap
kokoh dalam situasi dan kondisi apapun; (2) PAI berusaha menjaga dan memelihara
ajaran dan nilai-nilai yang tertuang dan terkandung dalan al-Qur’an dan
al-sunnah/al-hadist; (3) PAI menonjolkan kesatuan iman, ilmu dan amal dalam
kehidupan sehari-hari; (4) PAI berusaha membentuk dan mengembangkan kesalehan individu
dan sekaligus kesalehan sosial; (5) PAI menjadi landasan moral dan etika dalam
pengembangan ipteks dan budaya serta aspek-aspek kehidupan lainnya; (6)
Subtansi PAI mengandung entitas-entitas yang bersifat rasional dan supra
rasional; (7) PAI berusaha menggali, mengembangkan dan mengambil ibrah dari
sejarah dan kebudayaan (peradaban) Islam (8) dalam beberapa hal, PAI mengandung
pemahaman dan penafsiran yang beragam, sehingga memerlukan sikap terbuka dan
toleran atau semangat ukhuwah Islamiyah
Ada beberapa
fenomena sosiologis-religius yang disimpulkannya dari data sosial (masyarakat)
yang dibaca beliau selama beberapa tahun, yaitu: (1) politheisme yang
merajalela di mana-mana; (2) kesenjangan sosio-ekonomi yang parah antara yang
punya dan tak punya; dan (3) tidak adanya rasa tanggung jawab terhadap nasib
manusia secara keseluruhan.
Menurut Brikan Barky al-Qurasyi (1984), bahwa sifat-sifat guru
adalah : (1) dalam setiap tindakan mengajar harus bertujuan untuk mencari
keridhaan ALLAH; (2)menerapkan ilmunya dalam bentuk perbuatan; (3) amanah dalam
mentranformasikan ilmu; (4) menguasai dan mendalami bidan ilmunya; (5)
mempunyai kemampuan mengajar; (6) bersikap lemah lembut dan kasih sayang
terhadap peserta didik; dan (7) memahami
tabiat, kemampuan dan kesiapan peserta didik.
No
|
KOMPETENSI
GURU
|
A.
|
Kompetensi
Pedagogik:
|
1
|
Menguasai
karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial,
kultural, emosional, dan intelektual.
|
2
|
Menguasai
teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
|
3
|
Mengembangkan
kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu.
|
4
|
Menyelenggarakan
pembelajaran yang mendidik.
|
NO
|
KOMPETENSI INTI GURU
|
A.
|
Kompetensi
Pedagogik:
|
5
|
Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.
|
6
|
Memfasilitasi
pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimiliki.
|
7
|
Berkomunikasi
secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
|
8
|
Menyelenggarakan
penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
|
9
|
Memanfaatkan
hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
|
10
|
Melakukan
tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
|
B
|
Kompetensi
Kepribadian
|
11
|
Bertindak
sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional indonesia.
|
12
|
Menampilkan
diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta
didik dan masyarakat.
|
13
|
Menampilkan
diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
|
14
|
Menunjukkan
etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa
percaya diri,
|
15
|
Menjunjung
tinggi kode etik profesi guru
|
C
|
Kompetensi
Sosial
|
16
|
Bersikap
inklusif, berfikir obyektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan
jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status
sosial ekonomi.
|
17
|
Berkomunikasi
secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
|
18
|
Beradaptasi
di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya.
|
19
|
Berkomunikasi
dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan
atau bentuk lain.
|
D
|
Kompetensi
Profesional
|
20
|
Menguasai
materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu.
|
21
|
Menguasai
standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu
|
22
|
Mengembangkan
materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
|
23
|
Mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reklektif
|
24
|
Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.
|
Tipe-tipe kemampuan profesionalisme guru juga terdapat
bermacam-macam tipe, yaitu: (1) guru yang memiliki semangat kerja yang tinggi
dan kemampuan profesional yang tinggi; (2) guru yang memiliki semangatg kerja
yang tinggi, tetapi kemampuan profesionalnya rendah; (3) guru yang memiliki
semangat kerja yang rendah, tapi kemampuan profesionalnya tinngi; dan (4) guru
yang memiliki semangat kerja yang rendah dan kemampuan profesionalnya juga
rendah.
F.
PENUTUP
Agar kekompakan kerja dan keharmonisan hubungan di antara
pasangan-pasangan itu dapat terwujud, maka ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam memilih, menyeleksi, atau bahkan melakukan pembinaan
terhadap pasangan-pasangan atau mitra kerja (pendidik dan tenaga kependidikan
lainnya), yaitu :
1.
Istithaah’ yakni mau (bersedia) dan mampu untuk berpasangan secara kompak dan
harmonis dalam mendidik peserta didik;
2. Limaliha
(karena kekayaan harta/ meterinya), dalam konteks pendidikan dapat
bermakna wawasan keilmuan dan keahliannya, atau kematangan profesionalismenya.
3. Lijamaliha
(karena kecantikannya), dalam konteks pendidikan dapat bermakna
profilnya yang menarik baik dari segi fisik, psikhis, maupun etika solusinya.
4. Linasabiha
(karena keturunannya), dalam konteks
pendidikan dapat bermakna asal usulnya atau latar belakang pendidikan
5. Lidiniha (karena agamanya), dalam konteks pendidikan dapat bermakna komitmennya terhadap
ajaran dan nilai-nilai agama Islam, sehingga dalam setiap aktivitas
pendidikannya selalu melakukan spiritual pendidikan.
PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Reviewed by
Admin
on
21:36
Rating: